Selasa, 06 Desember 2016

KECEMASAN PADA WANITA YANG MENGHADAPI MENOPAUSE


KECEMASAN PADA WANITA YANG MENGHADAPI MENOPAUSE
Triana Rostiana1
Ni Made Taganing Kurniati2
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat
2
taganing@staff.gunadarma.ac.id

Abstrak
Masa menopause dialami setiap wanita di masa tuanya. Menjelang menopause tidak
jarang wanita yang akan megnalaminya sering dilanda kecemasan. Penelitian ini dengan
demikian bertujuan untuk menganalisis kecemasan pada wanita yang menghadapi
menopause dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini merupakan studi
mendalam dengan seorang ibu yang tidak bekerja dan sudah mulai mengalami gejala
menopause, yang ditandai oleh mulai tidak teraturnya haidnya. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan
wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek sulit menghadapi
masa menopause karena belum siap untuk menghadapinya dan kurangnya informasi yang
didapatnya. Hal ini dapat terlihat dari gejala gangguan tidur, lebih mudah letih, cemas
dan gelisah.
Kata Kunci : kognitif, afektif, somatik, menopause

MENOPAUSE FEAR DEALING WITH MENOPAUSE PERIOD
Abstract
  Every woman on her old age will arrive at menopause period. As a matter of fact,
approaching this period generate woman anxiety. Therefore, the aim of this study is to
analyze the woman fear who approaching menopause period. The study also is intended to
identify factors which influence it. This research is an in-depth study with a mother who
does not work and in her age on approaching menopause. The symptom is marked by
irregular menstrual. This research is qualitative. Data was collected by observation and
depth interviews. The result show the emerge of fear dealing with menopause. She is not yet
ready to cope menopause matters. She also experience lack of information regarding
menopause. The symptoms are sleep disorders, easily tired, anxious and agitated.
Key Words: cognitive, affective, somatic, menopause

PENDAHULUAN 
Menopause dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid, dan sering dianggap menjadi momok dalam kehidupan wanita. Sebagian besar wanita mulai mengalami gejala menopause pada usai 40-an dan puncaknya tercapai pada usia 50 tahun (Kronenberg, 1990; Freeman dan Sherif, 2007; Utian, 2005; Williams, dkk 2007). Kebanyakan mengalami gejala kurang dari 5 tahun dan sekitar 25% lebih dari 5 tahun. Namun bila diambil rata-ratanya, umumnya seorang wanita akan mengalami menopause sekitar usia 45-50 tahun. Akibat perubahan dari haid menjadi tidak haid lagi, otomatis terjadi perubahan organ reproduksi wanita (William dkk, 2007; Rossow, dkk, 2007; Kronenberg
76 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009 dan Downey, 1987). Perubahan fungsi indung telur akan memengaruhi hormon dalam yang kemudian memberikan pengaruh pada organ tubuh wanita pada umumnya (Guthrie, Dennerstein, Hopper, dan Burger, 1996; Visvnathan, Gallicchio, Schilling, dkk, 2005; Freedman, Norton, Woodward, dkk, 1995). Tidak heran apabila kemudian muncul berbagai keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan organ reproduksinya maupun organ tubuh pada umumnya. Tidak hanya itu, perubahan ini seringkali memengaruhi keadaan psikis seorang wanita. Keluhan psikis sifatnya sangat individual yang dipengaruhi oleh sosial budaya, pendidikan, lingkungan, dan ekonomi. Keluhan fisik maupun psikis ini tentu saja akan mengganggu kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk perkembangan psikisnya (Kronenberg, 1990; Utian, 2005). Selain itu, bisa memengaruhi kualitas hidupnya. Dalam menyingkapi dirinya yang akan memasuki masa menopause, beberapa wanita menyambutnya dengan biasa. Mereka menganggap kondisi ini sebagai bagian dari siklus hidupnya. Banyak wanita yang mengeluh bahwa dengan datangnya menopause mereka akan menjadi pencemas. Kecemasan yang muncul pada wanita menopause sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi suatu situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Wanita seperti ini sangat sensitif terhadap pengaruh emosional dari fluktuasi hormon. Umumnya mereka tidak mendapat informasi yang benar sehingga dibayangkannya adalah efek negatif yang akan dialami setalah memasuki masa menopause. Mereka cemas dengan berakhirnya era reproduksi yang berarti berhentinya nafsu seksual dan fisik. Apalagi menyadari dirinya akan menjadi tua, yang berarti kecantikannya akan memudar. Seiring dengan hal itu, validitas dan fungsi organ tubuhnya akan menurun. Hal ini akan menghilangkan kebanggaannya sebagai wanita. Keadaan ini dikhawatirkannya akan memengaruhi hubungannya dengan suami maupun lingkungan sosialnya. Selain itu, usia ini sering dikaitkan dengan timbulnya penyakit kanker atau penyakit lain yang sering muncul pada saat wanita memasuki usia tua. Penelitian ini bertujuan untuk me mengetahui kecemasan wanita yang akan memasuki masa menopause, dan untuk mengetahui mengapa wanita yang menghadapi menopause mengalami kecemasan.

METODE PENELITIAN 
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk studi kasus. Subjek penelitian ini adalah seorang wanita berusia 45-50 tahun yang tidak bekerja dan mulai mengalami gejala menopause yag ditandai oleh mulai tidak teratur haidnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi. Wawancara dilakukan menggunakan pedoman umum. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonpartisipan. Dengan pedoman ini diharapkan dapat mendeskripsikan gambaran kecemasan wanita menghadapi masa menopause. Responden yang diwawancarai adalah seorang wanita yang akan memasuki masa menopause dan seorang significant other (suaminya). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik data kualitatif yang diajukan oleh Marshall dan Rossman (1995). Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, mengelompokkan berdasarkan kategori, tema, dan pola jawaban, menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data, dan mencari alternatif penjelasan bagi data.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Kognitif 
Subjek termasuk orang yang cemas, apalagi akhir-akhir ini juga subjek memRostiana, Kurniati, Kecemasan pada … 77 baca koran atau majalah yang membahas mengenai menopause. Saat melihat dirinya dalam cermin yang semakin tua, keriput dan tidak cantik lagi subjek menjadi takut sendiri. Subjek orang yang sulit untuk konsentrasi, sampai sekarang ini pun subjek masih sulit untuk konsentrasi. Subjek merasa tidak konsentrasi bila sedang mengerjakan sesuatu, jika tiba-tiba melihat di televisi ada yang membahas mengenai menopause maka subjek akan lebih sulit lagi untuk konsentrasi. Begitu pun dalam membuat keputusan, subjek merasa kesulitan apaapalagi jika subjek banyak pikiran seperti subjek merasa sudah tua, keriput dan tidak cantik lagi. Sekarang ini kira-kira sudah enam bulanan subjek mengalami gangguan tidur dan dia selalu keringat dan gelisah bila tidur, sehingga tidurnya kurang nyenyak. Menurut subjek mungkin ini disebabkan karena subjek akan memasuki masa menopause, sebab yang dia baca seperti itu. Subjek saat ini cenderung merasa grogi jika ada orang yang membicarakan mengenai menopause. Subjek pun akan merasa panik dan serba salah melihat dirinya sudah tua, keriput dan tidak bugar lagi. Menghadapi menopause pun subjek merasa takut apalagi usianya sudah mendekati menopause. Suami subjek melihat subjek termasuk orang yang mudah cemas, terutama bila subjek berada di tempat ramai dan dalam situsi yang sulit. Suami subjek juga mengatakan hal yang membuat subjek cemas adalah bila subjek pergi sendiri tanpa ditemani siapa pun maka subjek akan merasa tidak nyaman. Suami subjek mengatakan subjek bila sedang bekerja sukar untuk konsentrasi seperti sedang memasak dan mengerjakan administrasi anak kost, apalagi bila subjek sedang mempunyai masalah, cemas dan banyak pikiran. Situasi yang berisik pun membuat subjek sukar untuk konsentasi. Menurut suaminya, subjek orang yang sulit membuat keputusan apalagi bila dihadapkan pada dua pilihan yang sama bagus dan sama baiknya. Suami subjek melihat akhir-akhir ini subjek mengalami gangguan tidur setiap malam, juga merasa gelisah dan keringatan bila sedang tidur. Namun suami subjek kurang mengetahui apakah subjek mengalami gangguan tidur tersebut karena subjek akan menghadapi masa menopause atau tidak. Menurut suaminya, subjek akan merasa grogi, salah tingkah dan tidak bisa bicara bila menghadapi situasi yang sulit apalagi bila subjek berada di tempat baru dan berada di sekitar orang-orang baru. Jika panik pun menurut suaminya, subjek sering merasa serba salah dan subjek akan merasa panik bila berada di tempat ramai dan baru. Namun suami subjek tidak mengetahui apakah subjek merasa panik akan menghadapi menopause. Gejala kognitif yang subjek alami pada saat ini yang akan menghadapi menopause adalah gangguan tidur, dimana subjek baru mengalami gejala tersebut baru-baru ini sekitar enam bulanan. Gejala tersebut seperti tidur yang gelisah dan berkeringat (Freeman dan Sherif, 2007; Utian, 2005; Williams, Kalilani, DiBenedetti, Zhou, Fehnel, dan Clark, 2007). Selain itu subjek juga terpaku pada bahaya yang tidak jelas seperti takut akan menghadapi menopause sehingga subjek tidak siap untuk menghadapi menopause sebab subjek takut tidak cantik lagi, keriput dan tua serta ia takut terlihat tidak menarik lagi bagi suaminya (Kronenberg, 1990). Sesuai yang dikatakan Sue dkk dalam Haber dan Runyon (1984) gejala kognitif dimanifestasikan ke dalam pikiran individu, dimana gejala yang tampak dalam individu seperti gelisah, sulit tidur dan terlalu terpaku pada bahaya yang tidak jelas. Disini dapat dilihat bahwa subjek menglami gejala tersebut karena akan menghadapi menopause.
Gejala Motorik 
Tubuh subjek terkadang bergetar bila berada di tempat ramai dan ling
78 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009 kungan baru, serta bila sedang cemas dan takut. Hal tersebut subjek rasakan sejak dulu, dan akhir-akhir ini subjek merasa bergetar bila ada orang yang membicarakan mengenai masalah menopause. Subjek sering menggigit kuku dan bibirnya tanpa disadarinya apalagi bila subjek sedang cemas dan grogi. Akhirakhir ini pun subjek masih melakukan hal tersebut jika sedang memikirkan sebentar lagi dia akan memasuki masa menopause. Subjek juga sekarang sudah letih bila banyak melakukan aktifitas, walaupun aktifitas tersebut tidak begitu berat bagi subjek. Dari dulu subjek orang yang tidak dapat diam, setiap harinya. Banyak melakukan aktifitas, namun sekarang ini subjek mulai menguranginya karena subjek mudah capek bila banyak melakukan aktifitas. Suaminya melihat tubuh subjek sering bergetar, namun suami subjek tidak mengetahui sejak kapan hal tersebut terjadi. Suami subjek pun tidak mengetahui hal-hal apa saja yang membuat subjek bergetar, begitu pun mengenai apakah subjek bergetar bila ada orang yang membicarakan menopause. Suaminya melihat subjek sering sekali menggigit kuku dan bibirnya bila sedang cemas tanpa disadari oleh subjek. Suaminya melihat akhir-akhir ini subjek mudah sekali letih apalagi bila banyak melakukan aktifitas seperti sering pergi dan banyak pekerjaan. Suami subjek mengatakan subjek orang yang tidak dapat diam, Subjek selalau melakukan aktifitas setiap saat dan ada saja pekerjaan yang selalu dikerjakannya. Sesuai dengan yang dikatakan Seu dkk dalam Haber dan Runyon (1984) gejala motorik dimanifestasikan ke dalam perilaku motorik seperti gerakan tidak beraturan dan tidak berarah yang bermula pada gerakan yang bermula pada gemetaran secara halus kemudian meningkan intensitasnya. Disini dapat dilihat bahwa subjek gemetaran yang bermula pada getaran halus yang kemudian meningkat intensitasnya saat ini karena subjek akan menghadapi menopause (William, dkk, 2007; Rossow, dkk 2007; Kronenberg dan Downey, 1987).
Gejala Somatik 
Sekarang ini keringat subjek lebih banyak dari biasanya apalagi bila subjek banyak melakukan aktifitas dan tidur. Jantungnya pun akan berdetak lebih kencang jika subjek sedang cemas, takut dan grogi. Demikian pun dengan tangan dan kakinya akan basah bila subjek grogi dan cemas. Sekarang juga subjek mengalami itu terutama jika ada orang yang membicarakan mengenai menopause. Muka subjek sekarang ini mudah kering begitu pun dengan tangan dan kakinya yang akhir-akhir sering kesemutan terutama bagian tangan dan kaki. Namun subjek dari dulu sudah sering merasa pusing dan mual apalagi jika subjek banyak pikiran. Sekarang pun subjek masih merasakan hal tersebut jika mengingat dirinya sebentar lagi akan menopause. Subjek terkadang merasa panas dingin dan dia pun sekarang ini jadi lebih sering buang air kecil sampai tidak bisa ditahan. Namun subjek tidak merasakan diare dan sakit di ulu hatinya. Muka subjek akan pucat seperti tidak ada darahnya bila sedang cemas terutama akhir-akhir ini karena subjek akan memasuki masa menopause dan jika ada orang yang membicarakan menopause. Denyut nadi subjek lebih cepat dari biasanya kalau ada orang lain yang membicarakan menopause. Suami subjek melihat akhir-akhir ini keringat subjek lebih banyak dari biasanya, terutama bila subjek banyak melakukan aktifitas dan bila sedang tidur. Suami subjek sering melihat subjek merasa pusing dan mual dari dulu karena subjek sudah lama mengalami hal tersebut. Suami subjek melihat subjek tidak mengeluh panas dingin maupun diare, tapi akhir-akhir ini sering buang air seni.
Rostiana, Kurniati, Kecemasan pada … 79 Menurut suami subjek, sekarang ini subjek tidak merasakan sakit di ulu hatinya. Namun bila sedang cemas biasanya muka subjek akan pucat seperti tidak ada darahnya. Subjek pada saat ini mengalami gejala somatik seperti keringat berlebih (Tataryn, dkk, 1979; Freeman dan Sherif, 2007), muka kering (Utian, 2005; Rossow, dkk 2007), mual (Visvnathan, 2005), pusing dan kesemutan (Visvnathan, 2005; Rossow, dkk 2007; Wiliams, dkk, 2007). Saat ini keringat subjek lebih banyak dari biasanya apalagi sewaktu tidur, keringatnya lebih banyak lagi. Begitu pun dengan kaki dan tangannya yang lebih mudah basah bila merasa cemas dan grogi. Jantung subjek juga berdetak lebih kencang apalagi jika subjek merasa takut, cemas, grogi dan berada di situasi baru maka jantung subjek akan berdetak labih kencang lagi. Muka subjek pun sekarang ini lebih kering dari biasanya dan subjek pun merasa sering kesemutan akhir-akhir ini. Sesuai dengan yang dikatakan Sue dkk dalam Haber dan Runyon (1984) gejala somatik dimanifestasikan ke dalam reaksi biologis seperti pernafasan tidak teratur, muka pucat, berdebar-debar, tangan dan kaki dingin serta lain sebagainya.
Gejala Afektif 
Subjek sering merasa gelisah apalagi akhir-akhir ini subjek akan menghadapi menopause. Subjek merasa takut dan di hatinya membayangkan bagaimana nanti jika sudah tidak dapat haid lagi. Subjek tidak termasuk orang yang mudah tersinggung, namun terkadang subjek tersinggung juga. Subjek juga tidak merasa terganggu jika ada orang yang membahas mengenai menopause, namun terkadang dia merasa tidak enak seperti ada yang mengganjal di hatinya. Subjek juga termasuk orang yang tidak sabaran dalam segala hal. Bila mengambil keputusan pun subjek terkadang merasa bimbang. Subjek sering merasa gelisah dan perasaan tersebut sudah ada dari dulu. Suami subjek tidak mengetahui apakah subjek gelisah atau tidak dalam menghadapi menopause. Suami subjek menilai subjek termasuk orang yang mudah tersinggung, apalagi bila suami subjek salah berbicara. Namun suami subjek tidak mengetahui apakah subjek merasa tersinggung bila ada orang yang membicarakan mengenai menopause. Menurut suami subjek, subjek dari dulu orang yang tidak sabaran dan juga bimbang bila mengambil suatu keputusan dan itu Gelisah, mudah tersinggung, tidak sabaran dan bimbang merupakan gejala afektif yang subjek alami sekarang ini. Saat ini subjek merasa gelisah akan menghadapi menopause, membayangkan bagaimana bila sudah tidak dapat haid lagi, pasti akan merasa aneh. Subjek juga merasa mudah tersinggung, tidak sabaran dan bimbang akan menghadapi menopause. Sesuai dengan yang dikatakan Sue dkk dalam Haber dan Runyon (1984) gejala afektif dimanifestasikan pada perasaan emosi individu seperti adanya bahaya yang mengancam dirinya sehingga individu merasa tidak nyaman dan sangat khawatir serta gelisah yang berlebihan. Disini dapat dilihat bahwa subjek merasa tidak nyaman, khawatir dan gemetaran yang berlebihan akan menghadapi menopause. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum subjek mengalami kecemasan dimana subjek mengalami kegelisahan dan kekhawatiran akan memasuki masa menopause. Subjek juga sulit untuk konsentrasi, grogi dan mudah panik. Saat ini subjek merasa takut akan menghadapi menopause karena belum siapnya subjek mengalami menopause apalagi usianya sudah mendekati masa menopause. Walaupun subjek telah mempersiapkan diri dengan banyak membaca buku, majalah, koran,melihat televisi dan banyak bertanya pada orang yang sudah menopause tetap saja subjek merasa takut karena adanya pikiran-pikiran bahwa ia tidak cantik lagi, keriput, tua dan tidak
80 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009 bugar lagi. Selain itu subjek pun merasa takut suaminya akan mencari wanita lain bila ia terlihat tidak cantik dan bugar lagi. Subjek pun mudah tersinggung, gelisah dan bimbang. Kecemasan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Chaplin (1997) yang mengatakan kecemasan dalam beberapa arti, yang pertama perasaan campuran seperti ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab yang jelas. Kedua, rasa takut dan kekhawatiran yang ringan. Ketiga, kekhawatiran dan ketakutan yang kuat. Dan yang keempat adalah dorongan sekunder seperti reaksi menghindar. Pada saat ini subjek masuk dalam pengertian tersebut dimana subjek merasa takut, khawatir, dan ingin menghindar dari masa menopause tersebut.

Faktor-faktor yang Memengaruhi
Kecemasan 
Hubungan subjek dengan suaminya terjalin baik, tidak ada masalah karena setiap ada masalah pasti langsung diselesaikan supaya tidak berlarut-larut. Suami subjek pun orang yang baik, sabar dan pekerja keras. Keadaan keluarga subjek saat ini pun sangat baik, karena semua masalah dapat diatasi. Menurut subjek keluarganya pun cukup harmonis karena mereka saling menghargai dan menghormati satu dan yang lainnya. Namun suami subjek tidak memberikan saran dan dukungan apa pun pada subjek yang akan memasuki masa menopasuse. Suami subjek merasa hubungannya dengan subjek baik, tidak ada masalah, begitu pun hubungan subjek dengan keluarganya. Menurut suami subjek, keluarganya termasuk harmonis karena setiap masalah selalu dibicarakan dengan baik, namun suami subjek tidak memberikan dukungan apa pun pada subjek karena menurutnya subjek tidak pernah cerita mengenai menopause. Suami subjek melihat hubungan subjek dengan kelurga besar baik, mereka juga menerima subjek dengan baik dan apa adanya. Kelurga besar pun tidak pernah menuntut subjek untuk tampil sempurna. Hubungan subjek dengan keluarga besarnya cukup baik, mereka sangat akrab satu dengan lainnya. Tanggapan keluarga besar pun pada subjek baik, mereka menerima subjek apa adanya tanpa menuntut subjek untuk tampil sempurna dan subjek pun tidak berusaha untuk tampil sempurna. Hubungan subjek dengan saudara iparnya terjalin baik, mereka sangat dekat antara satu dengan lainnya. Mereka juga tidak menuntut subjek untuk tampil sempurna dan di antara mereka pun tidak ada yang berusaha untuk tampil sempurna. Mereka pun tidak berkomentar apa-apa ketika subjek akan memasuki masa menopause, mereka juga tidak memberikan saran dan dukungan pada subjek. Menurut suami subjek, hubungan subjek dengan saudara iparnya pun terjalin baik, tidak ada masalah. Mereka juga tidak pernah menuntut subjek untuk tampil sempurna, sebab mereka juga tampil biasa saja. suami subjek mengatakan tidak mengetahui bagaimana tanggapan keluarga besar pada subjek yang akan memasuki menopause, dan menurut suami subjek di antara mereka sepertinya belum ada yang menopause sehingga mereka tidak memberikan dukungan apa-apa pada subjek. Lingkungan di rumah subjek ada yang baik dan jelek. Lingkungan depan baik karena orangnya saling menghormati sedangkan lingkungan di belakang kurang menghormati dan tidak perduli dengan sekitarnya. Lingkungannya pun memengaruhi subjek memasuki menopause menjadi cemas karena orang-orangnya sering membicarakan apa pun antara satu dan yang lainnya. Lingkungan yang baik bagi subjek adalah yang kekeluargaannya dan toleransinya masih kental. Menurut suami subjek, lingkungan sangat memengaruhi subjek karena menurutnya lingkungan yang baik akan membuat subjek baik dan bila lingkungannya jelak maka orang pun akan
Rostiana, Kurniati, Kecemasan pada … 81 tidak baik. Suami subjek merasa tidak mengetahui apakah lingkungan memngaruhi subjek yang akan memasuki menopause. Saat ini subjek merasa kehilangan anggota keluarganya, karena anak pertamanya yang laki-laki sudah menikah sekitar satu tahun lebih. Subjek juga merasa senang mempunyai cucu karena ini adalah cucu pertamanya. Dengan bertambahnya keluarga sangat memengaruhi subjek, namun menurutnya pepengaruh yang baik. Menurut suami subjek, akhir-akhir ini subjek tidak mengalami kehilangan salah satu anggota keluarga pun, namun anak subjek yang pertama sudah menikah dan subjek tidak merasa kehilangan. Suami subjek melihat subjek sangat senang sekali dengan kehadiran cucunya karena subjek memang sudah ingin memiliki cucu, namun tidak mengetahui apakah dengan bertambahnya anggota memengaruhi subjek. Menurut suami subjek subjek pernah mengalami trauma mental sewaktu kecelakaan beberapa tahun lalu yang menyebabkan subjek hingga kini tidak mau pergi ke daeah jauh, subjek takut terjadi lagi kecelakaan tersebut. Subjek pernah mengalami trauma sewaktu kecelakaan yang sampai sekarang tidak dapat subjek lupakan. Sejak saat itu subjek jadi takut bila berangkat ke tempat yang jauh. Menurut subjek menopause adalah jika seseorang sudah tidak dapat haid lagi dan subjek pun belum mengalami hal tersebut. Pendapat subjek tentang keriput adalah sudah tidak cantik lagi dan kalau keriput menurut subjek badan sudah tidak segar dan bugar lagi. Sekarang ini subjek merasa tidak bugar lagi karena sudah tua, keriput dan mudah capek. Subjek pun tidak tahu bagaimana komentar suaminya dengan keadaannya saat ini, tapi subjek merasa takut suaminya kecewa dengan keadaan subjek sekarang, namun subjek tidak berani bertanya pada suaminya karena merasa takut. Sekarang ini hubungan intim subjek dengan suaminya sudah mulai jarang dan ada perubahan. Sekarang ini subjek merasa capek dan sakit bila berhubungan dengan suaminya. Subjek juga merasa tidak tahu bagaimana pendapat suaminya mengenai hal tersebut karena subjek merasa takut untuk bertanya dan juga takut suaminya kecewa karena ia sudah tidak seperti dulu lagi. Suami subjek merasa tidak mengetahui apakah subjek mengetahui mengenai menopause. Suami subjek mengatakan hubungan intimnya dengan subjek sudah mulai jarang dan suami subjek pun merasa ada perubahan bila berhubungan intim dengan subjek akhir-akhir ini. Sekarang pun menurut suami subjek, subjek jadi cepat lelah bila berhubungan. Suami subjek menilai subjek orang yang sensitif. Namun suami subjek tidak mengetahui bagaimana tanggapan orang lain pada subjek yang akan memasuki masa menopause. Subjek termasuk orang yang sensitif, dan terkadang merasa tersinggung jika ada orang yang membicarakan mengenai menopause seperti ada yang mengganjal di hatinya dan subjek pun merasa takut. Cara subjek menyesuaikan dirinya yang akan menghadapi menopause dengan cara banyak baca buku dan bertanya pada orang yang sudah menopause. Perubahan yang subjek alami ketika akan menopause adalah lebih emosional, gelisah dan mudah capek serta dalam berhubungan intim pun subjek merasa ada perubahan jadi cepat capek. Subjek merasa tidak punya masalah dengan fisiknya, namun akhir-akhir ini subjek merasa lebih gemuk, keriput, tua dan sudah tidak cantik lagi. Dia pun mudah lelah mungkin karena subjek akan memasuki masa menopause. Suami subjek merasa tidak mengeetahui bagaimana cara subjek menyesuaikan dirinya yang akan menghadapi menopause serta perubahan apa yang dialami subjek. Namun menurut suami subjek bila berhubunga intim dengan
82 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009 subjek ada perubahan yaitu jadi mudah lelah. Suami subjek melihat subjek tidak mempunyai masalah dengan fisiknya, namun sekarang ini subjek jadi lebih gemuk dan mudah lelah. Hal tersebut mungkin karena subjek akan memasuki masa menopause. Proses kognisi keriput, tua, dan tidak cantik lagi membuat subjek takut untuk menghadapi masa menopause. Apalagi sekarang ini subjek merasa badannya sudah tidak bugar dan segar lagi membuat subjek takut suaminya merasa kecewa dengan keadannya sekarang ini. Sesuai dengan pendapat Beck dkk dalam Freman dan Di Tomasso (1994) keyakinan semu mengenai suatu ancaman atau bahaya yang dianggap dipicu oleh situasi tertentu yang mirip dengan situasi tersebut ketika keyakinan didapat dan dipelajari. Disini dapat dilihat bahwa subjek takut akan tua dan tidak cantik lagi sehingga ia takut menghadapi menopause yang sebentar lagi akan dialaminya. Masalah fisik yang subjek hadapi sekarang ini adalah subjek merasa lebih gemuk dan mudah lelah, tua, keriput dan tidak cantik lagi. Hal ini lah yang membuat subjek takut untuk menghadapi masa menopause. Sesuai dengan pendapat Freman dan Di Tomassco (1994), masalah fisik dapat menyebabkan simptom seperti kelelahan atau depresi yang dapat memengaruhi ambang toleransi individu dalam menangani penyebab tekanan sehari-hari. Di sini dapat dilihat bahwa subjek merasa lebih gemuk, mudah lelah dan tua dan hal inilah yang membuat subjek takut menghadapi menopause. Atkinson dkk (1991) mendefinisikan kecemasan sebagai emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan rasa khawatir, keprihatinan dan rasa takut yang kadang-kadang dalam, dan dalam tingkat yang berbeda. Frued dalam Atkinson dkk (1991) mengatakan kecemasan sebagai suatu keadaan tegang. Sedangkan menurut Kronenberg (1990) kecemasan adalah keadaan yang tidak menyenangkan dan menegangkan akan bencana yang tidak diharapkan. Harriman (1995) memberikan pengertian bahwa kecemasan adalah keketakutan yang dirasakan karena ancaman berbahaya. Calhoum dan Acocella (1995) dan Kartono (1997) menyebutkan bahwa kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak mengancam. Kronenberg (1990) mengatakan kecemasan sebagai suatu tanda dari adanya hal-hal yang mengganggu ego. Menurut Sullivan dalam Hall dan Lindzey (1994), kecemasan sebagai ketegangan akibat ancaman nyata dari luar yang membayangi keadaan seseorang. Caplin (1997) mengatakan kecemasan dalam berbagai arti, yang pertama adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Kedua, rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan. Ketiga, kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap. Keempat, adalah dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang dipelajari. Menurut Hawari (2001) pada individu yang cemas, gejalanya didominasi oleh keluhan psikis (ketakutan dan kekhawatiran), tetapi dapat pula disertai keluhan somatis (fisik). Adapun gejala pada individu yang mengalami kecemasan adalah cemas, khawatir, bimbang, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri dan mudah tersinggung; merasa tegang, tidak tenang, gelisah, gerakan sering serba salah dan mudah terkejut; takut sendirian, takut keramaian dan banyak orang; gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan; gangguan konsentrasi dan daya ingat; keluhan somatik seperti rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdengung (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala
Rostiana, Kurniati, Kecemasan pada … 83 dan lain sebagainya. Secara klinis, gejala cemas yang biasa disertai dengan kecemasan yang menyeluruh dan menetap (paling sedikit berlangsung selama 1 bulan) dapat dikategorikan sebagai respon psikologis, dan respon psikos. Respon psikologis terdiri dari ketegangan motorik/alat gerak (gemetar, tegang, nyeri oto, letih, tidak dapat santai, kelopak mata bergetar, kening berkerut, muka tegang, gelisah, tidak dapat diam, dan muka kaget), hiperaktivitas saraf otonom (simpatis/ parasimatetis, yang terdiri dari berkeringat berlebihan, jantung berdebar-debar, telapak tangan/kaki basah, muka kering, pusing, kepala terasa ringan, kesemutan, rasa mual, rasa aliran panas/dingin, sering buang air seni, diare, rasa tidak enak di hulu hati, kerongkongan tersumbat, muka merah atau pucat, dan denyut nadi dan nafas cepat. Respon psikis merupakan rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang, dan kewaspadaan berlebihan. Rasa khawatir berlebihan bisa dalam bentuk cemas, khawatir, takut, bimbang, membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain, berfirasat buruk. Kewaspadaan berlebihan bisa dalam bentuk mengalami lingkungan secara berlebihan sehingga mengabatkan perhatian mudah teralih, sukar berkonsentrasi, gerakan serba salah, sukar tidur, merasa grogi, mudah tersinggung, dan tidak sabar. Menurut Ramaiah (2003), gejala kecemasan paling lazim adalah kejengkelan umum (seperti rasa gugup, jengkel, tegang dan rasa panik), sakit kepala (seperti ketegangan otot khususnya kepala, di daerah lengkuk dan di tulang punggung, menyebabkan sakit kepala atau rasa tidak enak (denyut kesakitan)), gemetaran pada sekujur tubuh, khusunya lengan dan tangan, aktivitas sistem motorik. Menurut Blakburn dan Davidson (1990), ada beberapa gejala kecemasan, di antaranya adalah suasana hati, pikiran, motivasi, perilaku gelisah, reaksi biologis, ketakutan, ketegangan, dan kekhawatiran. Ada empat cara untuk mengetahui ada tidaknya kecemasan, yaitu secara koginitif, motorik, somatik, dan afeksi. Secara kognitif, kecemasan dimanifestasikan ke dalam pikiran individu. Gejala yang tampak dalam diri individu menjadi cemas, sulit untuk berkonsentrasi, sulit untuk tidur, sulit untuk membuat keputusan, dan terlalu terpaku pada bahaya yang tidak jelas asalnya. Secara motorik, kecemasan dimanifesatikan ke dalam perilaku motorik seperti gerakan tidak beraturan, gerakan yang tidak terarah, yang bermula pada gemetaran secara halus kemudian meningkat intensitasnya. Secara somatic, kecemasan dimanifestasikan ke dalam reaksi fisik dan biologis. Perubahan somatik dapat dilihat dari pernafasan tidak teratur, dahi berkerut, muka pucat, berdebar-debar, tangan dan kaki dingin, mulut kering, sesak nafas, gangguan pencernaan dan sebagainya. Secara afeksi kecemasan dimanifestasikan pada perasaan emosi individu seperti adanya bahaya yang mengancam dan menimpa dirinya sehingga individu merasa tidak nyaman dan sangat khawatir dan gelisah yang berlebihan. Menurut Hawari (2001), faktor yang memengaruhi kecemasan dibagi menjadi dua (2) yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari kecemasan berangkat dari pandangan psikoanalisis yang berpendapat bahwa sumber dari kecemasan itu bersifat internal dan tidak disadari. Menurut Freud dalam Atkinson (1993), kecemasan merupakan akibat dari konflik yang tidak disadari antara implus dengan kendala yang ditetapkan oleh ego dan superego. Menurut Atkinson (1993) kecemasan lebih ditimbulkan oleh faktor eksternal dari pada faktor internal. Seorang yang mengalami kecemasan merasa bahwa dirinya tidak dapat mengendalikan situasi kehidupan yang bermacam-macam sehingga perasaan cemas hampir selalu
84 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009 hadir. Penyebab kecemasan menurut Ramaniah (2003) adalah keluarga, lingkungan sosial, bertambah atau berkurangnya anggota keluarga, dan perubahan kebiasaan. Terdapat faktor potensial yang dapat membuat individu secara potensial mengalami kecenderungan untuk cemas secara umum, yaitu pewaris genetik, trauma mental, pikiran, dan kurang efektifnya mekanisme penyesuaian diri. Di samping faktor predisposisi, terdapat pula faktor terendap yang dapat menimbulkan kecemasan pada individu (Freeman dan Tomasso, 1994). Faktor tersebut adalah masalah fisik, penyebab eksternal, dan kepekaan emosional. Ada beberapa gejala fisik yang banyak dialami oleh wanita menopause. Takesihaeng (2000) mengungkapkan gejala fisik yang mungkin dialami saat mencapai masa menopause adalah berupa rasa panas yang tiba-tiba menyerang bagian atas tubuh, keluar keringat yang berlebihan pada malam hari, sulit tidur, iritasi pada kulit, gejala pada mulut dan gigi, kekeringan vagina, kesulitan menahan buang air kecil, dan peningkatan berat badan. Pada saat rasa panas menyerang bagian atas tubuh, wajah dan leher menjadi merah padam, kadang timbul juga noda kemerahan dikulit dada, punggung dan lengan. Keluar keringat yang berlebihan pada malam hari terjadi akibat turunnya kadar estrogen dalam pembuluh darah. Selain pada keadaan fisik timbul beberapa keluhan psikologis yang kerap kali muncul pada wanita menopause. Keluhan psikologis itu menurut Cobb (1993), adalah adanya penurunan daya ingat terhadap hal-hal yang sebelumnya mudah untuk diingat, rasa cemas tanpa ada sebab yang jelas, mudah marah, serangan rasa panik (bentuk kecemasan yang lebih khusus, melibatkan bukan hanya sekedar perasaan tapi juga fisik), dan depresi.

SIMPULAN 
Subjek mengalami gejala kognitif, yaitu gangguan tidur, lebih cemas, grogi, panik dan sulit konsentrasi yang baru subjek alami enam bulan terakhir ini. Subjek mengalami gejala motorik dimana sekarang ini subjek lebih mudah letih bila terlalu banyak melakukan aktifitas. Subjek juga gemetar dalam situasi yang cemas dan akan menggit bibirnya dalam situasi cemas untuk mengurangi rasa cemasnya tersebut. Subjek mengalami gejala somatik dimana sekarang ini keringat subjek lebih banyak dari biasanya sewaktu tidur. Jantung subjek pun berdetak lebih kencang jika subjek merasa cemas, takut dan grogi. Muka subjek pun saat ini lebih kering dari biasanya. Subjek mengalami gejala afektif gelisah karena membayangkan bagaimana bila sudah tidak menstruasi lagi. Subjek juga merasa tidak nyaman, khawatir dan gemetaran yang berlebihan akan menghadapi menopause. Faktor yang memengaruhi kecemasan menghadapi menopause adalah pikiran, kesalahan proses kognisi yang membuat subjek takut akan tua dan tidak cantik lagi sehingga subjek takut menghadapi menopause yang sebentar lagi akan dialaminya, merasa lebih gemuk, mudah lelah dan sudah tua.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, P. 1993 Kesalapahaman Pada Masyaraka Terhadap Perilaku Seksual Pada Masa Menopause Dalam Menopause dan Penanggulangannya Kanisius Yogyakarta. Atkinson, R.L, Atkinson,R.C and Hilgard,E.R. 1991 Pengantar
Psikologi Edisi 8 Jilid Alih Bahasa: Nurjannah Taufiq Erlangga Jakarta. Atkinson,L, Rita and Atkonson, Richard, R. 1993 Pengantar Psikologi I Jakarta. Blakburn dan Davidson. 1990. Terapi
Rostiana, Kurniati, Kecemasan pada … 85
Kognitif Untuk Depresi dan Kecemasan Suatu Petunjuk Bagi
Praktisi. Semarang, IKIP Semarang. Calhoun,J.P. dan Acocella,J.P. 1995
Psikologi Tentang Penyesuaian dan
Hubungan Kemanusiaan Edisi 3 Penerjemah: RR.Samtako Semarang: IKIP Semarang. Caplin,J,P. 1997 Kamus Lengkap
Psikologi Rajawali Pers Jakarta. Coob,J. 1993 Understending Menopause Britis Medical London. Freedman,A and Di Tomasso, RA 1994
The Cognitive Theory Of Anxiety dalam BB Wolman 1994 Anxiety and
Related Disorders John Wiley and Sons Inc New York. Freedman, R.R., Norton, D., Woodward, S., and Cornelissen, G. 1995 “Core body temperature and circadian rhythm of hot flashes in menopausal women” J Clin Endocrinol Metab vol 80 pp 2354-2358 Freeman, E.W. and Sherif, K. 2007 “Prevalence of hot flushes and night sweats around the world: a systematic review” Climateric vol 10 pp 197-214. Hall,C.S and Lindzey, G.1994 Teori-teori
Psikodinamik (klinis) Kanisius Yogyakarta. Harriman, P.L. 1995 Panduan Untuk
Memahami Istilah Restu Agung Jakarta. Hawari. 2001 Manajemen Stress, Cemasa
dan Depresi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. Guthrie, J.R., Dennerstein, L., Hopper, J.L., and Burger, H.G. 1996 “Hot flushes, menstrual status, and hormone levels in a population-based sample of middle life women” Obster
Gynecol vol 88 pp 437-442 Kartono. 1999 Psikologi Abnormal dan
Psikologi Seks Munandar Maju Bandung. Kronenberg, F. 1990 “Hot flashes: epidemiology and physiology” Ann N
Y Acad Sci vol 592 pp 52-86 Kronenberg, F. and Downey, J.A. 1987 “Thermoregulatory physiology of menopausal hot flushes : a review”
Can J Physiol Pharmacol vol 65 pp 1312-1324 Marshall,C and Rossman. 1995 Designing
Quyalitative Reseach Sage Publication London. Ramainah. 2003 Kecemasan Bagaimana
Mengatasi Penyebabnya Pustaka Populer Obor Jakarta. Rossow, J.E., Anderson, G.L., Prentice, R.I., LaCroix, A.Z., Kooperberg, C., Stefanick, M.L., Jackson, R.D., Beresford, S.A., Howard, B.V. 2002 “Risk and benefits of estrogen plus progestin in healthy postmenopausal women: principal results from the Women’s Health Initiative randomized controlled trial JAMA vol 288 pp 321-333 Takesihaeng, J. 2000 Hidup Sehat Bagi
Wanita Gramedia Jakarta. Tataryn, V.I, Meldrum, D.R., Lu, K.H., Frumar, A.M., Judd, H.L. 1979 “I.H., F.S.H. and skin temperature during the menopausal hot flash” J Clin
Endocrinol Metab vol 49 pp 152-154 Utian, W.H. 2005 “Psychological and sosioeconomic burden of vasomotor symptoms in menopause: a comprehensive review” Health Qual
Life Outcomes vol 3 pp 47 Visvanathan, K., Gallicchio, L., Schilling, C., Babus, J.K., Lewis, L.M., Miller, S.R., Zacur, H., and Flaws, J.A. 2005 “Cytochrome gene polymorphism, serum estrogens, and hot flushes in midlife women” Obstet Gynecol vol 106 pp 1372-1381 Williams, R.E., Kalilani, L., DiBenedetti D.B., Zhou, X., Fehnel, S.E., Clark, R.V. 2007 “Healthcare seeking and treatment for menopausal symptoms in the United States” Maturitas vol 58 pp 348-358
86 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar