KECEMASAN PADA WANITA YANG MENGHADAPI MENOPAUSE
Triana Rostiana1
Ni Made Taganing Kurniati2
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat
2
taganing@staff.gunadarma.ac.id
Abstrak
Masa menopause dialami setiap wanita di masa tuanya. Menjelang menopause tidak
jarang wanita yang akan megnalaminya sering dilanda kecemasan. Penelitian ini dengan
demikian bertujuan untuk menganalisis kecemasan pada wanita yang menghadapi
menopause dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini merupakan studi
mendalam dengan seorang ibu yang tidak bekerja dan sudah mulai mengalami gejala
menopause, yang ditandai oleh mulai tidak teraturnya haidnya. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan
wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek sulit menghadapi
masa menopause karena belum siap untuk menghadapinya dan kurangnya informasi yang
didapatnya. Hal ini dapat terlihat dari gejala gangguan tidur, lebih mudah letih, cemas
dan gelisah.
Kata Kunci : kognitif, afektif, somatik, menopause
MENOPAUSE FEAR DEALING WITH MENOPAUSE PERIOD
Abstract
Every woman on her old age will arrive at menopause period. As a matter of fact,
approaching this period generate woman anxiety. Therefore, the aim of this study is to
analyze the woman fear who approaching menopause period. The study also is intended to
identify factors which influence it. This research is an in-depth study with a mother who
does not work and in her age on approaching menopause. The symptom is marked by
irregular menstrual. This research is qualitative. Data was collected by observation and
depth interviews. The result show the emerge of fear dealing with menopause. She is not yet
ready to cope menopause matters. She also experience lack of information regarding
menopause. The symptoms are sleep disorders, easily tired, anxious and agitated.
Key Words: cognitive, affective, somatic, menopause
PENDAHULUAN
Menopause dikenal sebagai masa
berakhirnya menstruasi atau haid, dan
sering dianggap menjadi momok dalam
kehidupan wanita. Sebagian besar wanita
mulai mengalami gejala menopause pada
usai 40-an dan puncaknya tercapai pada
usia 50 tahun (Kronenberg, 1990; Freeman
dan Sherif, 2007; Utian, 2005; Williams,
dkk 2007). Kebanyakan mengalami gejala
kurang dari 5 tahun dan sekitar 25% lebih
dari 5 tahun. Namun bila diambil
rata-ratanya, umumnya seorang wanita
akan mengalami menopause sekitar usia
45-50 tahun.
Akibat perubahan dari haid menjadi
tidak haid lagi, otomatis terjadi perubahan
organ reproduksi wanita (William dkk,
2007; Rossow, dkk, 2007; Kronenberg
76 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
dan Downey, 1987). Perubahan fungsi
indung telur akan memengaruhi hormon
dalam yang kemudian memberikan
pengaruh pada organ tubuh wanita pada
umumnya (Guthrie, Dennerstein, Hopper,
dan Burger, 1996; Visvnathan, Gallicchio,
Schilling, dkk, 2005; Freedman, Norton,
Woodward, dkk, 1995). Tidak heran
apabila kemudian muncul berbagai
keluhan fisik, baik yang berhubungan
dengan organ reproduksinya maupun
organ tubuh pada umumnya.
Tidak hanya itu, perubahan ini
seringkali memengaruhi keadaan psikis
seorang wanita. Keluhan psikis sifatnya
sangat individual yang dipengaruhi oleh
sosial budaya, pendidikan, lingkungan,
dan ekonomi. Keluhan fisik maupun
psikis ini tentu saja akan mengganggu
kesehatan wanita yang bersangkutan
termasuk perkembangan psikisnya
(Kronenberg, 1990; Utian, 2005). Selain
itu, bisa memengaruhi kualitas hidupnya.
Dalam menyingkapi dirinya yang akan
memasuki masa menopause, beberapa
wanita menyambutnya dengan biasa.
Mereka menganggap kondisi ini sebagai
bagian dari siklus hidupnya.
Banyak wanita yang mengeluh bahwa dengan datangnya menopause mereka
akan menjadi pencemas. Kecemasan yang
muncul pada wanita menopause sering
dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi suatu situasi yang
sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan.
Wanita seperti ini sangat sensitif terhadap
pengaruh emosional dari fluktuasi hormon.
Umumnya mereka tidak mendapat informasi yang benar sehingga dibayangkannya adalah efek negatif yang akan dialami
setalah memasuki masa menopause.
Mereka cemas dengan berakhirnya era
reproduksi yang berarti berhentinya nafsu
seksual dan fisik. Apalagi menyadari
dirinya akan menjadi tua, yang berarti
kecantikannya akan memudar. Seiring
dengan hal itu, validitas dan fungsi organ
tubuhnya akan menurun. Hal ini akan
menghilangkan kebanggaannya sebagai
wanita. Keadaan ini dikhawatirkannya
akan memengaruhi hubungannya dengan
suami maupun lingkungan sosialnya.
Selain itu, usia ini sering dikaitkan dengan
timbulnya penyakit kanker atau penyakit
lain yang sering muncul pada saat wanita
memasuki usia tua.
Penelitian ini bertujuan untuk me
mengetahui kecemasan wanita yang akan
memasuki masa menopause, dan untuk
mengetahui mengapa wanita yang menghadapi menopause mengalami kecemasan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk studi
kasus. Subjek penelitian ini adalah
seorang wanita berusia 45-50 tahun yang
tidak bekerja dan mulai mengalami gejala
menopause yag ditandai oleh mulai tidak
teratur haidnya.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah wawancara mendalam
dan observasi. Wawancara dilakukan
menggunakan pedoman umum. Observasi
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah nonpartisipan. Dengan pedoman
ini diharapkan dapat mendeskripsikan
gambaran kecemasan wanita menghadapi
masa menopause. Responden yang
diwawancarai adalah seorang wanita yang
akan memasuki masa menopause dan
seorang significant other (suaminya).
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan teknik data kualitatif yang
diajukan oleh Marshall dan Rossman
(1995). Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, mengelompokkan berdasarkan kategori, tema, dan pola
jawaban, menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data, dan
mencari alternatif penjelasan bagi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Kognitif
Subjek termasuk orang yang cemas,
apalagi akhir-akhir ini juga subjek memRostiana, Kurniati, Kecemasan pada … 77
baca koran atau majalah yang membahas
mengenai menopause. Saat melihat
dirinya dalam cermin yang semakin tua,
keriput dan tidak cantik lagi subjek
menjadi takut sendiri. Subjek orang yang
sulit untuk konsentrasi, sampai sekarang
ini pun subjek masih sulit untuk konsentrasi. Subjek merasa tidak konsentrasi
bila sedang mengerjakan sesuatu, jika
tiba-tiba melihat di televisi ada yang
membahas mengenai menopause maka
subjek akan lebih sulit lagi untuk konsentrasi. Begitu pun dalam membuat
keputusan, subjek merasa kesulitan apaapalagi jika subjek banyak pikiran seperti
subjek merasa sudah tua, keriput dan tidak
cantik lagi.
Sekarang ini kira-kira sudah enam
bulanan subjek mengalami gangguan tidur
dan dia selalu keringat dan gelisah bila
tidur, sehingga tidurnya kurang nyenyak.
Menurut subjek mungkin ini disebabkan
karena subjek akan memasuki masa
menopause, sebab yang dia baca seperti
itu. Subjek saat ini cenderung merasa
grogi jika ada orang yang membicarakan
mengenai menopause. Subjek pun akan
merasa panik dan serba salah melihat
dirinya sudah tua, keriput dan tidak bugar
lagi. Menghadapi menopause pun subjek
merasa takut apalagi usianya sudah
mendekati menopause.
Suami subjek melihat subjek termasuk orang yang mudah cemas, terutama
bila subjek berada di tempat ramai dan
dalam situsi yang sulit. Suami subjek juga
mengatakan hal yang membuat subjek
cemas adalah bila subjek pergi sendiri
tanpa ditemani siapa pun maka subjek
akan merasa tidak nyaman. Suami subjek
mengatakan subjek bila sedang bekerja
sukar untuk konsentrasi seperti sedang
memasak dan mengerjakan administrasi
anak kost, apalagi bila subjek sedang
mempunyai masalah, cemas dan banyak
pikiran. Situasi yang berisik pun membuat
subjek sukar untuk konsentasi.
Menurut suaminya, subjek orang
yang sulit membuat keputusan apalagi bila
dihadapkan pada dua pilihan yang sama
bagus dan sama baiknya. Suami subjek
melihat akhir-akhir ini subjek mengalami
gangguan tidur setiap malam, juga merasa
gelisah dan keringatan bila sedang tidur.
Namun suami subjek kurang mengetahui
apakah subjek mengalami gangguan tidur
tersebut karena subjek akan menghadapi
masa menopause atau tidak.
Menurut suaminya, subjek akan
merasa grogi, salah tingkah dan tidak bisa
bicara bila menghadapi situasi yang sulit
apalagi bila subjek berada di tempat baru
dan berada di sekitar orang-orang baru.
Jika panik pun menurut suaminya, subjek
sering merasa serba salah dan subjek akan
merasa panik bila berada di tempat ramai
dan baru. Namun suami subjek tidak
mengetahui apakah subjek merasa panik
akan menghadapi menopause.
Gejala kognitif yang subjek alami
pada saat ini yang akan menghadapi
menopause adalah gangguan tidur, dimana
subjek baru mengalami gejala tersebut
baru-baru ini sekitar enam bulanan. Gejala
tersebut seperti tidur yang gelisah dan
berkeringat (Freeman dan Sherif, 2007;
Utian, 2005; Williams, Kalilani,
DiBenedetti, Zhou, Fehnel, dan Clark,
2007). Selain itu subjek juga terpaku pada
bahaya yang tidak jelas seperti takut akan
menghadapi menopause sehingga subjek
tidak siap untuk menghadapi menopause
sebab subjek takut tidak cantik lagi,
keriput dan tua serta ia takut terlihat tidak
menarik lagi bagi suaminya (Kronenberg,
1990). Sesuai yang dikatakan Sue dkk
dalam Haber dan Runyon (1984) gejala
kognitif dimanifestasikan ke dalam pikiran individu, dimana gejala yang tampak
dalam individu seperti gelisah, sulit tidur
dan terlalu terpaku pada bahaya yang tidak
jelas. Disini dapat dilihat bahwa subjek
menglami gejala tersebut karena akan
menghadapi menopause.
Gejala Motorik
Tubuh subjek terkadang bergetar
bila berada di tempat ramai dan ling
78 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
kungan baru, serta bila sedang cemas dan
takut. Hal tersebut subjek rasakan sejak
dulu, dan akhir-akhir ini subjek merasa
bergetar bila ada orang yang membicarakan mengenai masalah menopause.
Subjek sering menggigit kuku dan
bibirnya tanpa disadarinya apalagi bila
subjek sedang cemas dan grogi. Akhirakhir ini pun subjek masih melakukan hal
tersebut jika sedang memikirkan sebentar
lagi dia akan memasuki masa menopause.
Subjek juga sekarang sudah letih bila
banyak melakukan aktifitas, walaupun
aktifitas tersebut tidak begitu berat bagi
subjek. Dari dulu subjek orang yang tidak
dapat diam, setiap harinya. Banyak melakukan aktifitas, namun sekarang ini
subjek mulai menguranginya karena
subjek mudah capek bila banyak melakukan aktifitas.
Suaminya melihat tubuh subjek
sering bergetar, namun suami subjek
tidak mengetahui sejak kapan hal tersebut
terjadi. Suami subjek pun tidak mengetahui hal-hal apa saja yang membuat
subjek bergetar, begitu pun mengenai
apakah subjek bergetar bila ada orang
yang membicarakan menopause. Suaminya melihat subjek sering sekali menggigit
kuku dan bibirnya bila sedang cemas
tanpa disadari oleh subjek. Suaminya
melihat akhir-akhir ini subjek mudah
sekali letih apalagi bila banyak melakukan
aktifitas seperti sering pergi dan banyak
pekerjaan. Suami subjek mengatakan
subjek orang yang tidak dapat diam,
Subjek selalau melakukan aktifitas setiap
saat dan ada saja pekerjaan yang selalu
dikerjakannya.
Sesuai dengan yang dikatakan Seu
dkk dalam Haber dan Runyon (1984)
gejala motorik dimanifestasikan ke dalam
perilaku motorik seperti gerakan tidak
beraturan dan tidak berarah yang bermula
pada gerakan yang bermula pada gemetaran secara halus kemudian meningkan
intensitasnya. Disini dapat dilihat bahwa
subjek gemetaran yang bermula pada
getaran halus yang kemudian meningkat
intensitasnya saat ini karena subjek akan
menghadapi menopause (William, dkk,
2007; Rossow, dkk 2007; Kronenberg dan
Downey, 1987).
Gejala Somatik
Sekarang ini keringat subjek lebih
banyak dari biasanya apalagi bila subjek
banyak melakukan aktifitas dan tidur.
Jantungnya pun akan berdetak lebih
kencang jika subjek sedang cemas, takut
dan grogi. Demikian pun dengan tangan
dan kakinya akan basah bila subjek grogi
dan cemas. Sekarang juga subjek
mengalami itu terutama jika ada orang
yang membicarakan mengenai menopause.
Muka subjek sekarang ini mudah kering
begitu pun dengan tangan dan kakinya
yang akhir-akhir sering kesemutan
terutama bagian tangan dan kaki. Namun
subjek dari dulu sudah sering merasa
pusing dan mual apalagi jika subjek
banyak pikiran. Sekarang pun subjek
masih merasakan hal tersebut jika
mengingat dirinya sebentar lagi akan
menopause.
Subjek terkadang merasa panas
dingin dan dia pun sekarang ini jadi lebih
sering buang air kecil sampai tidak bisa
ditahan. Namun subjek tidak merasakan
diare dan sakit di ulu hatinya. Muka
subjek akan pucat seperti tidak ada
darahnya bila sedang cemas terutama
akhir-akhir ini karena subjek akan
memasuki masa menopause dan jika ada
orang yang membicarakan menopause.
Denyut nadi subjek lebih cepat dari
biasanya kalau ada orang lain yang
membicarakan menopause.
Suami subjek melihat akhir-akhir
ini keringat subjek lebih banyak dari
biasanya, terutama bila subjek banyak
melakukan aktifitas dan bila sedang tidur.
Suami subjek sering melihat subjek
merasa pusing dan mual dari dulu karena
subjek sudah lama mengalami hal tersebut.
Suami subjek melihat subjek tidak
mengeluh panas dingin maupun diare, tapi
akhir-akhir ini sering buang air seni.
Rostiana, Kurniati, Kecemasan pada … 79
Menurut suami subjek, sekarang ini
subjek tidak merasakan sakit di ulu
hatinya. Namun bila sedang cemas
biasanya muka subjek akan pucat seperti
tidak ada darahnya.
Subjek pada saat ini mengalami
gejala somatik seperti keringat berlebih
(Tataryn, dkk, 1979; Freeman dan Sherif,
2007), muka kering (Utian, 2005; Rossow,
dkk 2007), mual (Visvnathan, 2005),
pusing dan kesemutan (Visvnathan, 2005;
Rossow, dkk 2007; Wiliams, dkk, 2007).
Saat ini keringat subjek lebih banyak dari
biasanya apalagi sewaktu tidur, keringatnya lebih banyak lagi. Begitu pun
dengan kaki dan tangannya yang lebih
mudah basah bila merasa cemas dan grogi.
Jantung subjek juga berdetak lebih
kencang apalagi jika subjek merasa takut,
cemas, grogi dan berada di situasi baru
maka jantung subjek akan berdetak labih
kencang lagi. Muka subjek pun sekarang
ini lebih kering dari biasanya dan subjek
pun merasa sering kesemutan akhir-akhir
ini. Sesuai dengan yang dikatakan Sue dkk
dalam Haber dan Runyon (1984) gejala
somatik dimanifestasikan ke dalam reaksi
biologis seperti pernafasan tidak teratur,
muka pucat, berdebar-debar, tangan dan
kaki dingin serta lain sebagainya.
Gejala Afektif
Subjek sering merasa gelisah apalagi akhir-akhir ini subjek akan menghadapi menopause. Subjek merasa takut
dan di hatinya membayangkan bagaimana
nanti jika sudah tidak dapat haid lagi.
Subjek tidak termasuk orang yang mudah
tersinggung, namun terkadang subjek tersinggung juga. Subjek juga tidak merasa
terganggu jika ada orang yang membahas
mengenai menopause, namun terkadang
dia merasa tidak enak seperti ada yang
mengganjal di hatinya. Subjek juga termasuk orang yang tidak sabaran dalam
segala hal. Bila mengambil keputusan pun
subjek terkadang merasa bimbang.
Subjek sering merasa gelisah dan
perasaan tersebut sudah ada dari dulu.
Suami subjek tidak mengetahui apakah
subjek gelisah atau tidak dalam menghadapi menopause. Suami subjek menilai
subjek termasuk orang yang mudah
tersinggung, apalagi bila suami subjek
salah berbicara. Namun suami subjek
tidak mengetahui apakah subjek merasa
tersinggung bila ada orang yang membicarakan mengenai menopause. Menurut
suami subjek, subjek dari dulu orang yang
tidak sabaran dan juga bimbang bila
mengambil suatu keputusan dan itu
Gelisah, mudah tersinggung, tidak sabaran
dan bimbang merupakan gejala afektif
yang subjek alami sekarang ini.
Saat ini subjek merasa gelisah akan
menghadapi menopause, membayangkan
bagaimana bila sudah tidak dapat haid lagi,
pasti akan merasa aneh. Subjek juga
merasa mudah tersinggung, tidak sabaran
dan bimbang akan menghadapi menopause. Sesuai dengan yang dikatakan Sue
dkk dalam Haber dan Runyon (1984)
gejala afektif dimanifestasikan pada
perasaan emosi individu seperti adanya
bahaya yang mengancam dirinya sehingga
individu merasa tidak nyaman dan sangat
khawatir serta gelisah yang berlebihan.
Disini dapat dilihat bahwa subjek merasa
tidak nyaman, khawatir dan gemetaran
yang berlebihan akan menghadapi
menopause.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa secara umum subjek mengalami
kecemasan dimana subjek mengalami kegelisahan dan kekhawatiran akan memasuki masa menopause. Subjek juga sulit
untuk konsentrasi, grogi dan mudah panik.
Saat ini subjek merasa takut akan menghadapi menopause karena belum siapnya
subjek mengalami menopause apalagi
usianya sudah mendekati masa menopause. Walaupun subjek telah mempersiapkan diri dengan banyak membaca
buku, majalah, koran,melihat televisi dan
banyak bertanya pada orang yang sudah
menopause tetap saja subjek merasa takut
karena adanya pikiran-pikiran bahwa ia
tidak cantik lagi, keriput, tua dan tidak
80 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
bugar lagi. Selain itu subjek pun merasa
takut suaminya akan mencari wanita lain
bila ia terlihat tidak cantik dan bugar lagi.
Subjek pun mudah tersinggung, gelisah
dan bimbang. Kecemasan tersebut sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Chaplin
(1997) yang mengatakan kecemasan
dalam beberapa arti, yang pertama perasaan campuran seperti ketakutan dan
keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab yang jelas. Kedua, rasa
takut dan kekhawatiran yang ringan.
Ketiga, kekhawatiran dan ketakutan yang
kuat. Dan yang keempat adalah dorongan
sekunder seperti reaksi menghindar. Pada
saat ini subjek masuk dalam pengertian
tersebut dimana subjek merasa takut,
khawatir, dan ingin menghindar dari masa
menopause tersebut.
Faktor-faktor yang Memengaruhi
Kecemasan
Hubungan subjek dengan suaminya
terjalin baik, tidak ada masalah karena
setiap ada masalah pasti langsung
diselesaikan supaya tidak berlarut-larut.
Suami subjek pun orang yang baik, sabar
dan pekerja keras. Keadaan keluarga
subjek saat ini pun sangat baik, karena
semua masalah dapat diatasi. Menurut
subjek keluarganya pun cukup harmonis
karena mereka saling menghargai dan
menghormati satu dan yang lainnya.
Namun suami subjek tidak memberikan
saran dan dukungan apa pun pada subjek
yang akan memasuki masa menopasuse.
Suami subjek merasa hubungannya
dengan subjek baik, tidak ada masalah,
begitu pun hubungan subjek dengan
keluarganya. Menurut suami subjek,
keluarganya termasuk harmonis karena
setiap masalah selalu dibicarakan dengan
baik, namun suami subjek tidak
memberikan dukungan apa pun pada
subjek karena menurutnya subjek tidak
pernah cerita mengenai menopause.
Suami subjek melihat hubungan subjek
dengan kelurga besar baik, mereka juga
menerima subjek dengan baik dan apa
adanya. Kelurga besar pun tidak pernah
menuntut subjek untuk tampil sempurna.
Hubungan subjek dengan keluarga
besarnya cukup baik, mereka sangat akrab
satu dengan lainnya. Tanggapan keluarga
besar pun pada subjek baik, mereka
menerima subjek apa adanya tanpa
menuntut subjek untuk tampil sempurna
dan subjek pun tidak berusaha untuk
tampil sempurna. Hubungan subjek
dengan saudara iparnya terjalin baik,
mereka sangat dekat antara satu dengan
lainnya. Mereka juga tidak menuntut
subjek untuk tampil sempurna dan di
antara mereka pun tidak ada yang
berusaha untuk tampil sempurna. Mereka
pun tidak berkomentar apa-apa ketika
subjek akan memasuki masa menopause,
mereka juga tidak memberikan saran dan
dukungan pada subjek.
Menurut suami subjek, hubungan
subjek dengan saudara iparnya pun terjalin
baik, tidak ada masalah. Mereka juga tidak
pernah menuntut subjek untuk tampil
sempurna, sebab mereka juga tampil biasa
saja. suami subjek mengatakan tidak
mengetahui bagaimana tanggapan keluarga besar pada subjek yang akan memasuki
menopause, dan menurut suami subjek di
antara mereka sepertinya belum ada yang
menopause sehingga mereka tidak memberikan dukungan apa-apa pada subjek.
Lingkungan di rumah subjek ada
yang baik dan jelek. Lingkungan depan
baik karena orangnya saling menghormati
sedangkan lingkungan di belakang kurang
menghormati dan tidak perduli dengan
sekitarnya. Lingkungannya pun memengaruhi subjek memasuki menopause
menjadi cemas karena orang-orangnya
sering membicarakan apa pun antara satu
dan yang lainnya. Lingkungan yang baik
bagi subjek adalah yang kekeluargaannya
dan toleransinya masih kental.
Menurut suami subjek, lingkungan
sangat memengaruhi subjek karena menurutnya lingkungan yang baik akan
membuat subjek baik dan bila lingkungannya jelak maka orang pun akan
Rostiana, Kurniati, Kecemasan pada … 81
tidak baik. Suami subjek merasa tidak
mengetahui apakah lingkungan memngaruhi subjek yang akan memasuki
menopause.
Saat ini subjek merasa kehilangan
anggota keluarganya, karena anak pertamanya yang laki-laki sudah menikah
sekitar satu tahun lebih. Subjek juga
merasa senang mempunyai cucu karena
ini adalah cucu pertamanya. Dengan
bertambahnya keluarga sangat memengaruhi subjek, namun menurutnya pepengaruh yang baik.
Menurut suami subjek, akhir-akhir
ini subjek tidak mengalami kehilangan
salah satu anggota keluarga pun, namun
anak subjek yang pertama sudah menikah
dan subjek tidak merasa kehilangan.
Suami subjek melihat subjek sangat
senang sekali dengan kehadiran cucunya
karena subjek memang sudah ingin
memiliki cucu, namun tidak mengetahui
apakah dengan bertambahnya anggota
memengaruhi subjek. Menurut suami
subjek subjek pernah mengalami trauma
mental sewaktu kecelakaan beberapa
tahun lalu yang menyebabkan subjek
hingga kini tidak mau pergi ke daeah jauh,
subjek takut terjadi lagi kecelakaan
tersebut.
Subjek pernah mengalami trauma
sewaktu kecelakaan yang sampai sekarang
tidak dapat subjek lupakan. Sejak saat itu
subjek jadi takut bila berangkat ke tempat
yang jauh. Menurut subjek menopause
adalah jika seseorang sudah tidak dapat
haid lagi dan subjek pun belum
mengalami hal tersebut. Pendapat subjek
tentang keriput adalah sudah tidak cantik
lagi dan kalau keriput menurut subjek
badan sudah tidak segar dan bugar lagi.
Sekarang ini subjek merasa tidak bugar
lagi karena sudah tua, keriput dan mudah
capek. Subjek pun tidak tahu bagaimana
komentar suaminya dengan keadaannya
saat ini, tapi subjek merasa takut suaminya
kecewa dengan keadaan subjek sekarang,
namun subjek tidak berani bertanya pada
suaminya karena merasa takut. Sekarang
ini hubungan intim subjek dengan
suaminya sudah mulai jarang dan ada
perubahan. Sekarang ini subjek merasa
capek dan sakit bila berhubungan dengan
suaminya. Subjek juga merasa tidak tahu
bagaimana pendapat suaminya mengenai
hal tersebut karena subjek merasa takut
untuk bertanya dan juga takut suaminya
kecewa karena ia sudah tidak seperti dulu
lagi.
Suami subjek merasa tidak
mengetahui apakah subjek mengetahui
mengenai menopause. Suami subjek
mengatakan hubungan intimnya dengan
subjek sudah mulai jarang dan suami
subjek pun merasa ada perubahan bila
berhubungan intim dengan subjek
akhir-akhir ini. Sekarang pun menurut
suami subjek, subjek jadi cepat lelah bila
berhubungan. Suami subjek menilai subjek orang yang sensitif. Namun suami
subjek tidak mengetahui bagaimana tanggapan orang lain pada subjek yang akan
memasuki masa menopause.
Subjek termasuk orang yang sensitif,
dan terkadang merasa tersinggung jika ada
orang yang membicarakan mengenai
menopause seperti ada yang mengganjal
di hatinya dan subjek pun merasa takut.
Cara subjek menyesuaikan dirinya yang
akan menghadapi menopause dengan cara
banyak baca buku dan bertanya pada
orang yang sudah menopause. Perubahan
yang subjek alami ketika akan menopause
adalah lebih emosional, gelisah dan
mudah capek serta dalam berhubungan
intim pun subjek merasa ada perubahan
jadi cepat capek. Subjek merasa tidak
punya masalah dengan fisiknya, namun
akhir-akhir ini subjek merasa lebih gemuk,
keriput, tua dan sudah tidak cantik lagi.
Dia pun mudah lelah mungkin karena
subjek akan memasuki masa menopause.
Suami subjek merasa tidak mengeetahui bagaimana cara subjek menyesuaikan dirinya yang akan menghadapi
menopause serta perubahan apa yang
dialami subjek. Namun menurut suami
subjek bila berhubunga intim dengan
82 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
subjek ada perubahan yaitu jadi mudah
lelah. Suami subjek melihat subjek tidak
mempunyai masalah dengan fisiknya,
namun sekarang ini subjek jadi lebih
gemuk dan mudah lelah. Hal tersebut
mungkin karena subjek akan memasuki
masa menopause.
Proses kognisi keriput, tua, dan
tidak cantik lagi membuat subjek takut
untuk menghadapi masa menopause.
Apalagi sekarang ini subjek merasa
badannya sudah tidak bugar dan segar lagi
membuat subjek takut suaminya merasa
kecewa dengan keadannya sekarang ini.
Sesuai dengan pendapat Beck dkk dalam
Freman dan Di Tomasso (1994) keyakinan semu mengenai suatu ancaman atau
bahaya yang dianggap dipicu oleh situasi
tertentu yang mirip dengan situasi tersebut
ketika keyakinan didapat dan dipelajari.
Disini dapat dilihat bahwa subjek takut
akan tua dan tidak cantik lagi sehingga ia
takut menghadapi menopause yang
sebentar lagi akan dialaminya.
Masalah fisik yang subjek hadapi
sekarang ini adalah subjek merasa lebih
gemuk dan mudah lelah, tua, keriput dan
tidak cantik lagi. Hal ini lah yang
membuat subjek takut untuk menghadapi
masa menopause. Sesuai dengan pendapat Freman dan Di Tomassco (1994),
masalah fisik dapat menyebabkan
simptom seperti kelelahan atau depresi
yang dapat memengaruhi ambang
toleransi individu dalam menangani
penyebab tekanan sehari-hari. Di sini
dapat dilihat bahwa subjek merasa lebih
gemuk, mudah lelah dan tua dan hal inilah
yang membuat subjek takut menghadapi
menopause.
Atkinson dkk (1991) mendefinisikan kecemasan sebagai emosi yang tidak
menyenangkan yang ditandai dengan rasa
khawatir, keprihatinan dan rasa takut yang
kadang-kadang dalam, dan dalam tingkat
yang berbeda. Frued dalam Atkinson dkk
(1991) mengatakan kecemasan sebagai
suatu keadaan tegang. Sedangkan menurut
Kronenberg (1990) kecemasan adalah
keadaan yang tidak menyenangkan dan
menegangkan akan bencana yang tidak
diharapkan.
Harriman (1995) memberikan pengertian bahwa kecemasan adalah keketakutan yang dirasakan karena ancaman
berbahaya. Calhoum dan Acocella (1995)
dan Kartono (1997) menyebutkan bahwa
kecemasan adalah ketakutan yang tidak
nyata, suatu perasaan terancam sebagai
tanggapan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak mengancam.
Kronenberg (1990) mengatakan
kecemasan sebagai suatu tanda dari
adanya hal-hal yang mengganggu ego.
Menurut Sullivan dalam Hall dan Lindzey
(1994), kecemasan sebagai ketegangan
akibat ancaman nyata dari luar yang
membayangi keadaan seseorang.
Caplin (1997) mengatakan kecemasan dalam berbagai arti, yang pertama
adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai
masa-masa mendatang tanpa sebab khusus
untuk ketakutan tersebut. Kedua, rasa
takut atau kekhawatiran kronis pada
tingkat yang ringan. Ketiga, kekhawatiran
atau ketakutan yang kuat dan meluap.
Keempat, adalah dorongan sekunder
mencakup suatu reaksi penghindaran yang
dipelajari.
Menurut Hawari (2001) pada individu yang cemas, gejalanya didominasi
oleh keluhan psikis (ketakutan dan
kekhawatiran), tetapi dapat pula disertai
keluhan somatis (fisik). Adapun gejala
pada individu yang mengalami kecemasan
adalah cemas, khawatir, bimbang, firasat
buruk, takut akan pikirannya sendiri dan
mudah tersinggung; merasa tegang, tidak
tenang, gelisah, gerakan sering serba salah
dan mudah terkejut; takut sendirian, takut
keramaian dan banyak orang; gangguan
pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan; gangguan konsentrasi dan daya
ingat; keluhan somatik seperti rasa sakit
pada otot dan tulang, pendengaran berdengung (tinitus), berdebar-debar, sesak
nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala
Rostiana, Kurniati, Kecemasan pada … 83
dan lain sebagainya.
Secara klinis, gejala cemas yang
biasa disertai dengan kecemasan yang
menyeluruh dan menetap (paling sedikit
berlangsung selama 1 bulan) dapat
dikategorikan sebagai respon psikologis,
dan respon psikos. Respon psikologis
terdiri dari ketegangan motorik/alat gerak
(gemetar, tegang, nyeri oto, letih, tidak
dapat santai, kelopak mata bergetar,
kening berkerut, muka tegang, gelisah,
tidak dapat diam, dan muka kaget), hiperaktivitas saraf otonom (simpatis/
parasimatetis, yang terdiri dari berkeringat
berlebihan, jantung berdebar-debar, telapak tangan/kaki basah, muka kering,
pusing, kepala terasa ringan, kesemutan,
rasa mual, rasa aliran panas/dingin, sering
buang air seni, diare, rasa tidak enak di
hulu hati, kerongkongan tersumbat, muka
merah atau pucat, dan denyut nadi dan
nafas cepat.
Respon psikis merupakan rasa
khawatir berlebihan tentang hal-hal yang
akan datang, dan kewaspadaan berlebihan.
Rasa khawatir berlebihan bisa dalam
bentuk cemas, khawatir, takut, bimbang,
membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain,
berfirasat buruk. Kewaspadaan berlebihan
bisa dalam bentuk mengalami lingkungan
secara berlebihan sehingga mengabatkan
perhatian mudah teralih, sukar berkonsentrasi, gerakan serba salah, sukar tidur,
merasa grogi, mudah tersinggung, dan
tidak sabar.
Menurut Ramaiah (2003), gejala
kecemasan paling lazim adalah kejengkelan umum (seperti rasa gugup, jengkel,
tegang dan rasa panik), sakit kepala
(seperti ketegangan otot khususnya kepala,
di daerah lengkuk dan di tulang punggung,
menyebabkan sakit kepala atau rasa tidak
enak (denyut kesakitan)), gemetaran pada
sekujur tubuh, khusunya lengan dan
tangan, aktivitas sistem motorik.
Menurut Blakburn dan Davidson
(1990), ada beberapa gejala kecemasan, di
antaranya adalah suasana hati, pikiran,
motivasi, perilaku gelisah, reaksi biologis,
ketakutan, ketegangan, dan kekhawatiran.
Ada empat cara untuk mengetahui ada
tidaknya kecemasan, yaitu secara koginitif,
motorik, somatik, dan afeksi. Secara
kognitif, kecemasan dimanifestasikan ke
dalam pikiran individu. Gejala yang
tampak dalam diri individu menjadi cemas,
sulit untuk berkonsentrasi, sulit untuk
tidur, sulit untuk membuat keputusan, dan
terlalu terpaku pada bahaya yang tidak
jelas asalnya.
Secara motorik, kecemasan dimanifesatikan ke dalam perilaku motorik
seperti gerakan tidak beraturan, gerakan
yang tidak terarah, yang bermula pada
gemetaran secara halus kemudian meningkat intensitasnya. Secara somatic,
kecemasan dimanifestasikan ke dalam
reaksi fisik dan biologis. Perubahan
somatik dapat dilihat dari pernafasan tidak
teratur, dahi berkerut, muka pucat,
berdebar-debar, tangan dan kaki dingin,
mulut kering, sesak nafas, gangguan
pencernaan dan sebagainya. Secara afeksi
kecemasan dimanifestasikan pada perasaan emosi individu seperti adanya bahaya
yang mengancam dan menimpa dirinya
sehingga individu merasa tidak nyaman
dan sangat khawatir dan gelisah yang
berlebihan.
Menurut Hawari (2001), faktor yang
memengaruhi kecemasan dibagi menjadi
dua (2) yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal dari kecemasan berangkat
dari pandangan psikoanalisis yang berpendapat bahwa sumber dari kecemasan
itu bersifat internal dan tidak disadari.
Menurut Freud dalam Atkinson (1993),
kecemasan merupakan akibat dari konflik
yang tidak disadari antara implus dengan
kendala yang ditetapkan oleh ego dan
superego. Menurut Atkinson (1993)
kecemasan lebih ditimbulkan oleh faktor
eksternal dari pada faktor internal. Seorang yang mengalami kecemasan merasa
bahwa dirinya tidak dapat mengendalikan
situasi kehidupan yang bermacam-macam
sehingga perasaan cemas hampir selalu
84 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
hadir.
Penyebab kecemasan menurut
Ramaniah (2003) adalah keluarga, lingkungan sosial, bertambah atau berkurangnya anggota keluarga, dan perubahan
kebiasaan. Terdapat faktor potensial yang
dapat membuat individu secara potensial
mengalami kecenderungan untuk cemas
secara umum, yaitu pewaris genetik, trauma mental, pikiran, dan kurang efektifnya
mekanisme penyesuaian diri. Di samping
faktor predisposisi, terdapat pula faktor
terendap yang dapat menimbulkan kecemasan pada individu (Freeman dan
Tomasso, 1994). Faktor tersebut adalah
masalah fisik, penyebab eksternal, dan
kepekaan emosional.
Ada beberapa gejala fisik yang
banyak dialami oleh wanita menopause.
Takesihaeng (2000) mengungkapkan gejala fisik yang mungkin dialami saat
mencapai masa menopause adalah berupa
rasa panas yang tiba-tiba menyerang
bagian atas tubuh, keluar keringat yang
berlebihan pada malam hari, sulit tidur,
iritasi pada kulit, gejala pada mulut dan
gigi, kekeringan vagina, kesulitan
menahan buang air kecil, dan peningkatan
berat badan. Pada saat rasa panas
menyerang bagian atas tubuh, wajah dan
leher menjadi merah padam, kadang
timbul juga noda kemerahan dikulit dada,
punggung dan lengan. Keluar keringat
yang berlebihan pada malam hari terjadi
akibat turunnya kadar estrogen dalam
pembuluh darah.
Selain pada keadaan fisik timbul
beberapa keluhan psikologis yang kerap
kali muncul pada wanita menopause.
Keluhan psikologis itu menurut Cobb
(1993), adalah adanya penurunan daya
ingat terhadap hal-hal yang sebelumnya
mudah untuk diingat, rasa cemas tanpa
ada sebab yang jelas, mudah marah,
serangan rasa panik (bentuk kecemasan
yang lebih khusus, melibatkan bukan
hanya sekedar perasaan tapi juga fisik),
dan depresi.
SIMPULAN
Subjek mengalami gejala kognitif,
yaitu gangguan tidur, lebih cemas, grogi,
panik dan sulit konsentrasi yang baru
subjek alami enam bulan terakhir ini.
Subjek mengalami gejala motorik dimana
sekarang ini subjek lebih mudah letih bila
terlalu banyak melakukan aktifitas. Subjek
juga gemetar dalam situasi yang cemas
dan akan menggit bibirnya dalam situasi
cemas untuk mengurangi rasa cemasnya
tersebut. Subjek mengalami gejala somatik dimana sekarang ini keringat subjek
lebih banyak dari biasanya sewaktu tidur.
Jantung subjek pun berdetak lebih
kencang jika subjek merasa cemas, takut
dan grogi. Muka subjek pun saat ini lebih
kering dari biasanya. Subjek mengalami
gejala afektif gelisah karena membayangkan bagaimana bila sudah tidak
menstruasi lagi. Subjek juga merasa tidak
nyaman, khawatir dan gemetaran yang
berlebihan akan menghadapi menopause.
Faktor yang memengaruhi kecemasan menghadapi menopause adalah
pikiran, kesalahan proses kognisi yang
membuat subjek takut akan tua dan tidak
cantik lagi sehingga subjek takut menghadapi menopause yang sebentar lagi akan
dialaminya, merasa lebih gemuk, mudah
lelah dan sudah tua.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, P. 1993 Kesalapahaman Pada Masyaraka Terhadap Perilaku Seksual Pada Masa Menopause
Dalam Menopause dan
Penanggulangannya Kanisius
Yogyakarta.
Atkinson, R.L, Atkinson,R.C and
Hilgard,E.R. 1991 Pengantar
Psikologi Edisi 8 Jilid Alih Bahasa:
Nurjannah Taufiq Erlangga Jakarta.
Atkinson,L, Rita and Atkonson, Richard,
R. 1993 Pengantar Psikologi I
Jakarta.
Blakburn dan Davidson. 1990. Terapi
Rostiana, Kurniati, Kecemasan pada … 85
Kognitif Untuk Depresi dan Kecemasan Suatu Petunjuk Bagi
Praktisi. Semarang, IKIP Semarang.
Calhoun,J.P. dan Acocella,J.P. 1995
Psikologi Tentang Penyesuaian dan
Hubungan Kemanusiaan Edisi 3
Penerjemah: RR.Samtako Semarang:
IKIP Semarang.
Caplin,J,P. 1997 Kamus Lengkap
Psikologi Rajawali Pers Jakarta.
Coob,J. 1993 Understending Menopause
Britis Medical London.
Freedman,A and Di Tomasso, RA 1994
The Cognitive Theory Of Anxiety
dalam BB Wolman 1994 Anxiety and
Related Disorders John Wiley and
Sons Inc New York.
Freedman, R.R., Norton, D., Woodward,
S., and Cornelissen, G. 1995 “Core
body temperature and circadian
rhythm of hot flashes in menopausal
women” J Clin Endocrinol Metab vol
80 pp 2354-2358
Freeman, E.W. and Sherif, K. 2007
“Prevalence of hot flushes and
night sweats around the world: a
systematic review” Climateric vol
10 pp 197-214.
Hall,C.S and Lindzey, G.1994 Teori-teori
Psikodinamik (klinis) Kanisius
Yogyakarta.
Harriman, P.L. 1995 Panduan Untuk
Memahami Istilah Restu Agung
Jakarta.
Hawari. 2001 Manajemen Stress, Cemasa
dan Depresi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta.
Guthrie, J.R., Dennerstein, L., Hopper,
J.L., and Burger, H.G. 1996 “Hot
flushes, menstrual status, and
hormone levels in a population-based
sample of middle life women” Obster
Gynecol vol 88 pp 437-442
Kartono. 1999 Psikologi Abnormal dan
Psikologi Seks Munandar Maju
Bandung.
Kronenberg, F. 1990 “Hot flashes:
epidemiology and physiology” Ann N
Y Acad Sci vol 592 pp 52-86
Kronenberg, F. and Downey, J.A. 1987
“Thermoregulatory physiology of
menopausal hot flushes : a review”
Can J Physiol Pharmacol vol 65 pp
1312-1324
Marshall,C and Rossman. 1995 Designing
Quyalitative Reseach Sage
Publication London.
Ramainah. 2003 Kecemasan Bagaimana
Mengatasi Penyebabnya Pustaka
Populer Obor Jakarta.
Rossow, J.E., Anderson, G.L., Prentice,
R.I., LaCroix, A.Z., Kooperberg, C.,
Stefanick, M.L., Jackson, R.D.,
Beresford, S.A., Howard, B.V. 2002
“Risk and benefits of estrogen plus
progestin in healthy postmenopausal
women: principal results from the
Women’s Health Initiative
randomized controlled trial JAMA vol
288 pp 321-333
Takesihaeng, J. 2000 Hidup Sehat Bagi
Wanita Gramedia Jakarta.
Tataryn, V.I, Meldrum, D.R., Lu, K.H.,
Frumar, A.M., Judd, H.L. 1979 “I.H.,
F.S.H. and skin temperature during
the menopausal hot flash” J Clin
Endocrinol Metab vol 49 pp 152-154
Utian, W.H. 2005 “Psychological and
sosioeconomic burden of vasomotor
symptoms in menopause: a
comprehensive review” Health Qual
Life Outcomes vol 3 pp 47
Visvanathan, K., Gallicchio, L., Schilling,
C., Babus, J.K., Lewis, L.M., Miller,
S.R., Zacur, H., and Flaws, J.A. 2005
“Cytochrome gene polymorphism,
serum estrogens, and hot flushes in
midlife women” Obstet Gynecol vol
106 pp 1372-1381
Williams, R.E., Kalilani, L., DiBenedetti
D.B., Zhou, X., Fehnel, S.E., Clark,
R.V. 2007 “Healthcare seeking and
treatment for menopausal symptoms
in the United States” Maturitas vol 58
pp 348-358
86 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1,